Penetapan Uang KuliahTunggal (UKT) dan peraturan yang menjadi polemik CAMABA FEBI

UKT atau Uang Kuliah Tunggal merupakan suatu pembayaran uang kuliah yang diterapkan di beberapa perguruan tinggi di Indonesia salah satunya adalah kampus UIN Walisongo Semarang. Saat ini polemik kembali terjadi terkait dengan banyaknya calon mahasiswa yang ingin menundurkan diri karena tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Keresahan ini juga dirasakan oleh Calon Mahasiswa Baru (CAMABA) Universitas Islam Negeri Walisongo yang dinyatakan lolos.

Salah satunya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), yang mana banyak Calon Mahasiswa Baru (CAMABA) mengkritik masalah Uang Kuliah Tuggal (UKT) dan biaya wajib ma’had yang diduga kurang sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga.

Fadhila selaku Calon Mahasiswa Baru Program Studi (Prodi) Akuntansi Syariah mengatakan bahwa ia nyaris tidak melanjutkan kuliah karena mendapat UKT golongan 3, terlebih lagi bapaknya tidak bekerja karena sakit.

“ Ayah saya tidak bekerja karena sakit, dan hanya ibu saya yang bekerja itupun gaji ibu saya pas-pasan karena beliau seorang pedagang kecil. Bahkan saya nyaris tidak berkuliah karena besaran UKT yang memberatkan. Apalagi ditambah biaya ma’had 3 juta,” ujarnya.

Tidak hanya itu, Camaba dari program studi Ekonomi Islam juga mengungkapkan hal yang sama.

Ada banyak hal di balik ketakutannya, termasuk penghasilan orang tuanya. Mimpinya menjadi seorang Sarjana hampir pupus.

“Saya tidak mampu membayar begitu banyak biaya UKT. Bapak saya hanyalah seorang petani dan saya memiliki dua orang adik yang masih sekolah. Saya bukan orang kaya, penghasilan orang tua saya kurang dari 2jt, dan pergi ke Semarang juga membutuhkan banyak biaya. Kasihan orang tua saya kak,” ujar sasa selaku camaba ekonomi islam.

Ade Ramdani selaku Mandataris Ketua PMII Rayon Ekonomi tentunya prihatin dengan gejolak seputar pendirian UKT mahasiswa baru UIN Walisongo Semarang.

Ia berharap CAMABA lebih kritis terhadap kebijakan tersebut dalam memperjuangkan mimpinya.

“Kebijakan yang dibuat sangat tidak bagus dan tidak seharusnya birokrasi membuat kebijakan ini, karena kebijakan ini sangat memberatkan para camaba nominal yang sangat tinggi dan harus dibarengi dengan pembayaran biaya Ma’had, sebaiknya dari pihak birokrasi bisa melihat latar belakang mahasiswa untuk penentuan biaya UKT” ungkapnya.

Selain itu banyak mahasiswa baru yang merasa kebingungan masalah hunian karena sistem gilir yang dilakukan Universitas untuk menempati ma’had salah satunya ada Rasyid mahasiswa baru Manajemen.

“Saya merasa bingung untuk tinggal dimana sebelum mendapat giliran masuk ma’had, sayang kalau kos hanya 3 bulan.” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Ade Ramdani yang kini sebagai Mandataris Ketua PMII Rayon Ekonomi akan menyediakan tempat untuk Mahasiswa Baru berupa Griya Sahabat yang mana selain sebagai tempat tinggal, juga bisa untuk belajar Bersama.

“ Saya akan menyediakan Griya Sahabat yang fungsinya untuk bertukar pikiran, belajar dan berkembang bersama,” ujarnya.

Penulis : Reza Putri Maharani

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *