Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Aku menjadi harapan pertama kedua orang tua. Namun, aku sering merasakan ketakutan yang mendalam dan tidak wajar hingga meruntuhkan optimisme ku. Sedangkan aku sendiri tidak mengerti darimana dan kapan semua ini berawal. Aku sendiri hanyalah seorang gadis biasa. Aku bukanlah gadis yang kaya apalagi dari keluarga yang berada. Dengan kondisi yang demikian, apa yang bisa aku sombongkan? Jika kalian bilang kalau aku ini lemah dan penakut, maka aku pun kan menjawab memang seperti itu diriku. Bahkan ketakutanku semakin tidak wajar saja. Ada rasa takut yang sangat besar menghantui ku. Aku tidak tahu dari mana awalnya hal ini terjadi. Apa yang kalian pikirkan jika ada orang yang melamun membayangkan dirinya bersama keluarga tercinta? Atau mungkin dia membayangkan sedang bercanda ria bersama teman-temannya?
Semua kebahagiaan, senyum, canda dan juga tawa hanya terlihat dalam lamunannya. Padahal kenyataannya dia hanya diam tanpa kata dengan tatapan kosong seakan memandang jauh tak tahu kemana.Padahal kenyataannya dia sendiri tahu jika teman-temannya ada di sekitarnya. Keluarga yang diharapkan juga bersamanya. Semuanya sedang berusaha meramaikan suasana dengan celotehan dan sahut menyahut seakan tanpa jeda. Jika kalian melihat orang seperti itu, apa yang terlintas di benak kalian? Mungkin kalian akan menganggap orang itu bodoh, gila dan sebagainya. Nah bagaimana jika orang itu adalah aku? Sebenarnya aku pun ingin bersenang-senang dan melewati hari-hari bersama mereka. Ingin ku berceloteh ria dengan senyum tulus kepada mereka. Ingin ku bercanda ria sehingga mereka semua tertawa kemudian sejenak lupa akan semua masalah yang mereka punya. Sungguh aku sangat menginginkan hal seperti itu. Aku sudah mendapatkan semuanya.
Semua yang kuinginkan dalam khayalanku sudah ada. Akan tetapi tetap saja aku hanya bisa diam dan malah merasa cemas diantara mereka. Jika ini berada dalam sebuah film, mungkin aku akan menemui Harry Potter kemudian meminjam jubah gaib miliknya agar aku bisa menghilang dari dunia ini. Namun, ini adalah sebuah kenyataan. Bukan sebuah dongeng atau cerita drama Korea. Setiap hari dan setiap saat aku selalu bertanya kepada diriku dan juga Tuhanku.“Apakah aku akan terus seperti ini?Aku tidak pernah bisa menjawab pertanyaan yang kusampaikan pada diriku sendiri. Ribuan motivasi kubaca, akan tetapi aku pun tidak bisa menjawab satu pertanyaan yang muncul dari diriku sendiri. Jika diriku tidak bisa menjawabnya, tetapi aku masih yakin seratus persen jika Tuhan pasti akan menjawabnya lewat waktu dan semesta-Nya. Bukankah Tuhan selalu memberikan petunjuk melalui ayat-ayat-Nya? Semua petunjuk yang sudah ada sejak ratusan ribu tahun silam.
Lantas mengapa aku tidak menyadarinya? Mengapa malah diriku semakin menjauh dari-Nya? Sungguh hinanya diriku ini.Ketika aku coba mengingat, mencari, membuka lembaran kitab suci yang telah lama kutinggalkan. Pada saat itu aku menemukan ayat yang membuatku tersadar. Aku sendiri sudah mengetahui ayat itu sejak dahulu. Akan tetapi mengapa baru kali ini aku memikirkan maksud yang terkandung di dalamnya? Mengapa tidak dari sejak dahulu kala? Memang penyesalan selalu tiba pada akhirnya, kalau pada awalnya mungkn bukan menyesal, tapi sadar.
Tiga ayat yang baru kupikirkan setelah sekian lama adalah “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS Al-Baqarah ayat 268).
“Maka, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah Ayat 5).
“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka.” (QS Al-Rad ayat 11).
Dari tiga ayat di atas, aku menyadari bahwa Tuhan selalu mengingatkanku melalui firmannya. Mengapa aku baru menyadarinya ketika aku menjauh dari-Nya. Aku hanya bisa berputus asa dan berteman mesra dengan rasa takut yang selalu ada. Pada akhirnya setiap kali aku berputus asa dan ingin menyerah, aku pun berkata, “Tuhan selalu memberitahuku bahwa aku sanggup menyelesaikan masalahku.“Tuhan selalu menyuruhku untuk menghadapi permasalahan agar segera bertemu dengan kemudahan.”Semenjak aku merenungkan ayat-ayat Tuhan, aku selalu berusaha sebisaku. Karena itu merupakan tanggung jawabku. Meskipun aku masih sering menangis, rasa takut yang masih ada, aku bersyukur bahwa aku dianggp ada. Tuhanlah yang paling mengerti segala yang kurasakan Selalu tahu apa yang kusembunyikan. Aku tidak perlu memendam rasa takutku. Tidak peduli kalian mau berkata apa.
“Jadi, sebesar apapun masalah kita, seberat apapun beban yang kita jalani, percayalah Tuhan selalu ada untuk kita.”Itulah yang kupegang dalam diriku sampai kapanpun untuk menguatkan kehidupanku.” (Fitri Yatul Aliyah)