
Salam Pergerakan!
“Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah: Bertanah air satu tanah air tanpa penindasan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah: berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Kami mahasiswa Indonesia bersumpah: berbahasa satu, Bahasa tanpa kebohongan”
Kalimat diatas sering didengungkan oleh para mahasiswa ketika mereka melakukan demonstrasi untuk mengadovkasi aspirasi dari masyarakat sipil. Karena tidak jarang ditemukan kurangnya perhatian pemerintah terhadap suara masyarakat, mereka lebih cenderung tutup telinga terhadap keresahan-keresahan kaum kelas bawah. Oleh karena itu, mahasiswa Tidak henti-hentinya m melakukan suatu gerakan untuk mengingatkan pemerintah, jika suatu saat dirasa melakukan kecurangan terhadap nilai-nilai keadilan.
Masyarakat kelas bawah, atau pada abad 19 lebih dikenal dengan sebutan kaum proletar, seringkali tidak memiliki kekuatan untuk menyampaikan hak-haknya yang tidak dipenuhi oleh penguasa, hal itu menyebabkan dibutuhkannya suatu kelompok masyarakat yang mampu membela dan membawa hak mereka. Disinilah peran mahasiswa amat sangat diharapkan supaya dapat menjadi pembela dari masyarakat yang tertindas.
Sebagai guardiant of value, mahasiswa berperan menjadi penjaga nilai-nilai keadilan di tengah-tengah lingkungan masyatakat, sesuai dengan apa yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 di alinea ke III tentang bagaimana seharusnya pemerintah menjalankan fungsinya. Namun, Pemerintah yang acapkali melakukan kelalaian dalam menjaga marwah kekuasannya, harus diimbangi oleh mahasiswa sebagai pengkritik pemerintah. Dalam Trias Politikanya Montesquieu di tahun 1748 yang berprinsip antara Eksekutif, Legislatis, dan yudikatif. Mahasiswa bisa diposisikan pada pilar keempat, sebagai pembela hak-hak dari masyarakat sipil.
Sudah banyak kita lihat dalam literatur sejarah, menyatakan perihal kasus-kasus penggulingan rezim, dengan salah satu faktor utamanya karena desakan dan tuntutan dari seluruh mahasiswa Indonesia. Sebut saja Mei 1998, selama orde baru Indonesia ditindas oleh rezim yang Korup, dipimpin oleh tangan besi, hingga puncaknya, Indonesia mengalami krisis moneter yang disebabkan oleh anjlognya nilai tukar rupiah saat itu. Dengan semangat Reformasi para Mahasiswa, mereka berhasil menggulingkan pemerintahan Soeharto setelah 32 tahun berkuasa. Jika kita tarik mundur pada era Orde Lama, biasanya sering terdengar di telinga nama Soe Hok Gie, sosok aktivis di era 60an yang mengkritik kegagalan pemerintahan Soekarno dalam mengatasi permasalahan nasional.
John Dewey dalam bukunya yang berjudul Experience and Nature , menuliskan “Every thinker puts some portion of an apparently stable world in peril”, maknanya adalah seorang pemikir (Mahasiswa) harus terus memikirkan perubahan terhadap suatu bangsa meskipun disana tidak terlihat permasalahan-permasalahan yang muncul.
Mahasiswa yang memiliki tanggung jawab Intelektual kepada masyarakat lain, harus menjadi garda terdepan saat nilai-nilai keadilan dirasa dilucuti oleh para penguasa. Ini merupakan Amanah dari Ibu Pertiwi kepada Mahasiswa supaya terus berada di pihak Kebenaran.
Penulis : Tegar Ezha Pratama