Pengaruh Kurangnya Nilai Kebajikan pada Kebijakan Kampus yang Menimbulkan Dilema terhadap Mahasiswa Baru FEBI UIN Walisongo Semarang

Hidup Mahasiswa!!

Kampus adalah tempat berprosesnya kaum intelektual yang disebut mahasiswa untuk mengasah daya serta nalar berpikir mereka agar mampu kritis terhadap persoalam-persoalan yang terjadi dalam dirinya (internal) dan persoalan yang terjadi di lingkungan sekitar (eksternal). Dengan fasilitas-fasilitas “memadai” yang disediakan oleh kampus akan menjadi penunjang kelancaran mereka dalam proses pembelajaran. Selain fasilitas, kebiakan yang diterapkan juga sangat mempengaruhi bagaimana jalannya sistem dan kondisi perkuliahan mahasiswa pada kampus tersebut.

Hakikatnya, kebijakan yang dibuat untuk diterapkan pada suatu instansi pendidikan sekaliber universitas harus melihat dari berbagai sudut pandang. Sebelum kebijakan tersebut dilaksanakan, harus menelisik dahulu apakah akan berpengaruh posittif atau malah menimbulkan pengaruh negatif pada mahasiswa. Jika kebijakan tersebut berdampak negatif, lebih baik dipertimbangkanlah terlebih dahulu dan mencari solusi lin dalam kebijakan tersebut. Karena kebijakan kampus adalah gambaran bagaimana kampus tersebut akan berjalan dalam melaksanakan sistem pendidikan serta tentu harus memberi kebermanfaatan pada mahasiswa yang berada dalam naungan kampus tersebut.

UIN Walisongo Semarang merupakan kampus yang konon katanya adalah “Kampus Kemanusiaan dan Peradaban”. Kebijakan yg diterapkan, seharusnya selaras dengan julukan tersebut yaitu manusiawi serta memihak pada kondisi mahasiswa yang ada dalam naungannya. Akan tetapi, realisasi kebijakan kampus yang diterapkan kenyataanya masih berseberangan dengan suara-suara mahasiswa yang selama ini terus digaungkan. Banyak sekali mahasiswa yang menentang kebijakan UIN Walisongo, baik secara langsung ataupun lewat perantara media sosial. Tetapi pemegang-pemegang jabatan, seolah tutup telinga akan hal tersebut.

Pro-kontra mahasiswa terhadap kebijakan kampus terus berlanjut sampai sekarang. Salah satunya adalah terkait kebijakan wajib mahad yang dicanangkan UIN Walisongo terhadap mahasiswa baru 2023. Kebijakan ini banyak menuai kritik dari berbagai pihak baik dari mahasiswa, mahasiswa baru, dan lainnya. Hal tersebut karena kurangnya transparansi serta komunikasi dari pihak kampus.

Karena keterbatasan daya tampung pada Ma’had Al-Jami’ah UIN Walisongo, jai kebijakan wajib mahad ini diterapkan menjadi 2 gelombang yaitu gelombang pertama (semester 1) dan gelombang 2 (semester 2) dan di Ma’had Al-Jami’ah UIN Walisongo hanya ditempati mahasiswa putri. Sementara itu, mahasiswa baru putra ditempatkan di ma’had mitra. UIN Walisongo sendiri bekerja sama dengan beberapa pondok sekitar untuk menjadi ma’had mitra dalam penerapan kebijakan wajib ma’had ini. Akan tetapi system dari kebijakan ma’had ini sendiri masih tidak jelas khsususnya pondok yang menjadi mahad mitra. Sistem pembagian di ma’had mitra belum jelas terkait bagaimana MOU yang dijalin oleh pihak ma’had mitra dan UIN walisongo yang tidak diperinci secara jelas dan terkesan tidak atang dalam persiapan penerapan kebijakan ma’had ini.

Persoalan lain yang dikritik yaitu tentang biaya ma’had yang memberatkan mahasiswa baru. Hal tersebut karena biaya ma’had yang bisa dibilang mahal belum lagi ditambah dengan tanggungan UKT yang dirasa sangat memberatkan. Fasilitas yang ditawarkan pun tidak selaras dengan biaya yang mereka keluarkan. Hal itu menjadi kritikan pedas ke pihak UIN Walisongo Banyak mahasiswa baru Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ilam UIN Walisongo yng menyampaikan keluh kesahnya dan ada juga yang pasrah ingin mengundurkan diri karena mahalnya UKT dan biaya ma’had. Seharusya dalam penerapan kebijakan harus melihat dari berbagai faktor terlebih dahulu, seperti bagaimana latar belakang ekonomi calon mahasiswa baru sehingga dapat mengantisipasi hal-hal semacam ini. Secara tidak langsung, bukannya menjadi pusat ilmu malah seperti menjadi ladang bisnis yang menggiurkan untuk segelintir pihak.

Perlu ditekankan bahwa kampus merupakan tempat mengasah intelektualitas seseorang sehingga menghasilkan SDM yang mumpuni. Kebijakan kampus haruslah dilandasi nilai kebajikan agar semua civitas akademika didalam kampus dapat merasakan kenyamanan serta diberi fasilitas yang baik dan layak untuk menunjang proses mereka selama menempuh Pendidikan di kampus. Jangan jadikan kampus secara tidak langsung seperti ladang bisnis yang menggiurkan!!!

Penulis: Mahib Roy A.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *